Minggu, 30 November 2014

Peta Dakwah Kaum Muda dalam Majalah Al-Munir (1911-1915)


 

I.              PENDAHULUAN

Penelitian ini adalah sebuah penelitian sejarah dakwah di Nusantara pada awal abad ke 20 M. Penelitian sejarah dakwah yang berskop Nusantara masih kurang dilakukan oleh para peneliti, oleh karna itu sangat penting dilakukan. Penelitian ini semakin penting mengingat basis gerakan dakwah ini berada di Minangkabau. Kaum Muda Minangkabau menjadi “bintang” pada masanya karna menjadi motor dinamika sosial keagamaan yang dahsyat yang membawa perubahan terhadap kehidupan beragama dan sosial. Sepak terjang mereka telah tercatat dengan tinta emas, dan telah diperkatakan oleh para sarjana dalam penelitian-penelitian mereka dalam berbagai pendekatan.

II.           KAUM MUDA dan AL-MUNIR (1911-1915)

2.1 Kaum Muda
Kaum Muda dapat diartikan sebagai kelompok orang yang berusia muda, tetapi secara terminologi Kaum Muda adalah istilah yang sudah biasa digunakan untuk menyebut golongan ulama yang berpahaman baru atau maju. Penggunaan istilah Kaum Muda untuk kelompok keagamaan pada awalnya dimulai oleh Hamka. Hamka mengatakan istilah Kaum Muda mulai timbul setelah terjadi perdebatan antara ulama-ulama tua[1] yang dipimpin oleh Sheikh Khatib Ali (1863-1936) dengan ulama-ulama berusia muda[2] yang dipimpin oleh  Abdul Karim tentang beberapa persoalan tarekat, di Padang tahun 1906 (Hamka, 1963: 9). Sepakat atau tidak sepakat yang jelas perdebatan tentang masalah rabithah itu telah menjadi tonggak sejarah lahirnya istilah “Kaum Tua[3] dan “Kaum Muda (Hamka 2010, 115). Munculnya istilah Kaum Muda berawal dari Minangkabau baru menyebar ke Nusantara (Sarwan, 2012:28). Walaupun sulit untuk menemukan siapa yang menemukan ataupun yang mengemukakan istilah ini lebih dahulu, namun yang perlu ditekankan disini adalah istilah Kaum Muda itu merujuk kepada istilah pemurnian dan pembaharuan di Nusantara yang bertujuan memajukan umat Islam (Al-Munir, 1915, jil. 5, No. 2). Baik di Indonesia, Malaysia, Brunai, Thailand dan Kamboja.

2.2    Tokoh-Tokoh Kaum Muda

Sheikh Abdullah bin Sheikh Ahmad Alang Lawas Padang, lahir tahun 1878 M. di Padang Panjang, dan meninggal tahun 1933 M di Jakarta (Amirsyahruddin, 1999: 8). Pendidikan Abdullah Ahmad mulai dari Surau Jembatan Besi (Amirsyahruddin, 1999: 8), Sekolah Desa (volksschool), kemudian ke Mekkah (1895-1899 M) (Sarwan, 2012:28). Aktivitas Abdullah Ahmad dalam bidang jurnalisitik, menjadi agen majalah Al-Ittihad Mesir (Deliar Noer, 1978: 38), perwakilan Al-Imam di Padang (1906), memimpin Al-Munir (1911-1915), Al-Akhbar (1913), redaktur majalah Al-Islam, Syarikat Islam (Sarwan, 2012: 124-125). Aktivitas Abdullah Ahmad dalam bidang pendidikan, guru di Surau Jembatan Besi tahun 1899 (Edward, 1981: 107), mendirikan Adabiah School (Panitia HUT Adabiah, 1985: 24-25) tahun 1909, Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) tahun 1919 M dan Normal Islam tahun 1930 (Taufik Abdullah, 1971: 214).
Sheikh Haji Abdul Karim Amrullah bin Sheikh Muhammad Amrullah bin Sheikh Abdullah Saleh Tuanku Kisai, lahir pada 10 Februari 1879 di Maninjau, meninggal pada 2 Juni 1942 di Jakarta. (Hamka,  1982: 53, 328). Pendidikan yang dilalui oleh Abdul Karim; pertama pendidikan dalam negeri (Minangkabau); kedua pendidikan luar negeri (Mekah) dan yang ketiga belajar secara otodidak) (Hamka, 1982: 55-58). Aktivitas Abdul Karim menjadi wakil majalah Al-Imam di Maninjau (1906) pengarang Al-Munir (1911-1915).  Aktivitas pendidikan, tahun 1906 M. mengajar di Maninjau, tahun 1912 mengajar di di Surau Jembatan Besi sekaligus modernisasinya (Burhanuddin Daya, 1995: 85).  Ketiga aktivitas dalam bidang organisasi, membawa dan menyebarkan Muhammadiyah di Minangkabau  (Sarwan, 1912: 128).
Sheikh Muhamad Thaib bin Umar bin Abdul Karim. Ulama ini berasal dari Sungayang, Batu Sangkar (Kantor Departemen Agama Batu Sangkar, tt). Pendidikan agama dimulai dari rumah selama dua tahun, sepuluh tahun (1883-1893) belajar kepada beberapa ulama lain di Minangkabau dan menuntut ke Mekkah lima tahun (1893-1897). Thaib Umar memulai aktivitas pendidikan di Batu Bayang, Sungayang, Batu Sangkar. (Edward, 1981: 90-92). Aktivitas beliau dalam bidang jurnalisitik dimulai dari penerbitan Al-Munir. Jilid. I, Nomor 6, 12 Juni 1911 hingga Jilid V, 17 Januari 1915, Taib Umar banyak menjawab pertanyaan pembaca dan puncaknya pada tahun 1912, beliau yang paling banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan pembaca terutama berkaitan dengan masalah fiqh (Sarwan, 1912: 132).

2.3         Profil Al-Munir
Al-Munir adalah majalah dakwah yang ditulis dalam bahasa Arab Melayu, bahasa yang dipergunakan oleh para ulama sebelum kedatangan penjajah Barat ke Nusantara. Ia diterbitkan mulai tanggal 1 Rabi’ al-Akhir 1329 H/ 1 April 1911 M. sampai 15 Zulhijjah 1333/23 Oktober 1915 Masehi. Perbahasan tentang profil ini menjelaskan gambaran secara umum tentang majalah Al-Munir seperti di bawah ini.
 Al-Munir berasal dari bahasa Arab artinya adalah yang terang, yang bersinar atau yang bercahaya (Al-Munir, 1911, jil. I, No. 1). Al-Munir juga diartikan sebagai benda yang menerangi seperti pelita, lampu atau bintang (Al-Munir, 1911, jil. I, No. 1, Al-Munir, 1911, jil. I, No. 13). Secara terminologi Al-Munir bisa diartikan sebagai media dakwah Kaum Muda untuk menyampaikan ajaran Islam, baik dalam bentuk artikel, koresponden, berita dan lain-lain kepada umat Islam di Nusantara pada awal abad ke-20. (Sarwan, 1912: 100). Tujuan Al-Munir adalah memajukan umat Islam Nusantara dalam urusan agama dan kehidupan  (Al-Munîr, 1911, jilid I, No 1). Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa Al-Munir adalah media dakwah Kaum Muda yang bertujuan untuk memajukan umat Islam Nusantara, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi, baik dalam persoalan akidah, ibadah maupun dalam persoalan pendidikan.
Al-Munir terbit pada awal bulan dan pertengahan bulah hijrah. Selama terbit, majalah ini telah menghasilkan 115 nomor penerbitan, mulai dari 1 Rabi’ al-Akhir 1329 H/1 April 1911 dan berakhir pada 15 Zulhijjah 1333 H/ 23 Oktober 1915 M. Berdasarkan kepada data ini, dapat diketahui bahwa Al-Munir terbit selama empat tahun sembilan bulan, kadang-kadang para peneliti menggenapkannya kepada lima tahun. Setiap tahun Al-Munir dihitung satu jilid, setiap jilid ada yang terdiri dari 19 nomor, 23 nomor dan 24 nomor. Jilid I hanya 19 nomor, ini karna Al-Munir mulai terbit di pertengahan tahun (1 Rabi’ul Akhir 1329) dan berakhir di awal tahun. Seharusnya jilid I Al-Munir berakhir pada 15 Zulhijjah 1330 atau 18 kali penerbitan, sehingga jilid II dan seterusnya dapat terbit 24 nomor. Oleh karna jilid I Al-Munir terlewat setengah bulan, maka jilid II nya berkurang setengah bulan atau satu kali penerbitan, jadi jilid II yang seharusnya 24 nomor hanya terbit 23 nomor, namun dari jilid III sampai V penerbitan Al-Munir sudah dapat diperbaiki sehingga setiap jilid konsisten 24 nomor penerbitan, dimulai 1 Muharram dan berakhir 15 Zulhijjah (Sarwan, 1912: 111-112). Penerbitan Al-Munir menurut tahun hijriah bukan masehi, karena tahun hijriah lebih pendek rata-rata 11 hari dalam setahun dari tahun masehi, maka penerbitan Al-Munir pada bulan masehi berkurang lebih kurang sehari dalam sebulan, tetapi karena penerbitan Al-Munir tidak konsisten pada setiap awal bulan maka pengurangan hari pada bulan masehi juga tidak teratur, ada yang satu hari, dua hari dan tiga hari (Sarwan, 1912: 111-112).
Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pengelolaan majalah Al-Munir adalah sebagai berikut; Pengurus (Manejer Executif); Haji Marah Muhammad bin ‘Abdul Hamid. Pengarang (Pimpinan Redaksi); Haji Abdullah Ahmad, Pertua/Direksi (Pimpinan Umum); Haji Sutan Jamaluddin Abu Bakar. Pemimpin dan pembantunya (Dewan dan Staf Redaksi); Haji Abdul Karim Amrullah Danau (Maninjau), Muhammad Dahlan Sutan Limbak Tuah (Padang), Haji Muhammad Taib Umar (Batu Sangkar), Sutan Muhammad Salim (Kotogadang). (Al-Munir, 1911, jilid Vol 1, No. 1, Hamka, 1962 :  99). Terdapat tiga orang tokoh Kaum Muda yang memegang struktur penting kepengurusan majalah Al-Munir yaitu Abdullah Ahmad, Abdul Karim dan Taib Umar Al-Munir2, 2009, Jilid I, No. 1). Abdullah Ahmad, Abdul Karim dan Taib Umar disamping duduk dalam jajaran manajemen Al-Munir mereka juga penulis paling banyak pada majalah Al-Munir. Pengurus-pengurus lain yang masuk dalam struktur organisasi Al-Munir hanya Haji Marah Muhammad bin ‘Abdul Hamid, itupun tentang seruan kepada langganan yang berutang supaya melunasi utang-utangnya kepada Al-Munir (Al-Munir2, 2009, Jilid I, No. 1). Oleh karna itu peranan beliau dalam isi Al-Munir tidak dapat diperhitungkan. Penulis-penulis lain yang tidak masuk dalam struktur manajemen adalah H. Ibrahim Musa Parabek atau Inyiak Parabek dari Parabek, Bukittinggi. H. Abbas Abdullah dari Padang Japang, Payakumbuh, Zainuddin Labay El-Yunusy dari Padang Panjang, H. Muhammad Jamil Jambek atau Inyiak Jambek dari Bukittinggi dan lain-lain (Al-Munir2, 2009, Jilid I, No. 1). Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa yang mempunyai peranan penting terhadap isi Al-Munir adalah Kaum Muda, sedangkan tokoh-tokoh profesional yang terlibat dalam majalah ini bertugas sebagai pelaksana tekhnis (Al-Munir2, 2009, Jilid I, No. 1).
Isi Al-Munir dapat dikelompokkan kepada tiga tema utama, yaitu tema akidah, ibadah dan pendidikan. Dari 1111 tema yang terdapat dalam Al-Munir, 170 tema akidah 227 tema ibadah, dan 119 tema pendidikan. Ketiga tema ini dari segi kuantitas mendapat perhatian lebih khusus dari Al-Munir dan juga oleh pembaca. Tema Akhlak dan sejarah merupakan tema yang sedikit, yaitu di bawah 10 % dari keseluruhan tema, di samping sedikit ia juga bukan isu kontroversi dan pengaruhnya juga kecil ke atas perubahan sosial keagamaan. Tema tentang wanita merupakan tema yang paling sedikit, ia hanya 5 tema dari 1111 tema yang terdapat dalam Al-Munir. Meskipun tema ini sedikit tetapi pengaruhnya cukup kuat terhadap perubahan sosial keagamaan di Nusantara. Tema umum adalah tema-tema yang membahas berbagai aspek kehidupan. Berdasarkan keterangan di atas dapat diketahui bahwa kebanyakan isi Al-Munir berisi tentang masalah keagamaan, yaitu akidah, ibadah dan mu’amalah. 
Pembaca atau langganan Al-Munir dapat diketahui berdasarkan informasi Al-Munir tentang agen-agen mereka dan juga pembaca-pembacanya yang tersebar di Malaysia, Indonesia dan Thailand, mereka adalah para ulama, guru dan orang alim. Tidak diketahui jumlah yang  pasti berapa pembaca atau langganan Al-Munir (Syamsuri Ali, :191-192). Menurut Syamsuri Ali langganan berjumlah 765 hingga 1000 orang (Syamsuri Ali, : 191-192). Teori Syamsuri Ali kurang cermat karena majalah Al-Munir sendiri melaporkan bahwa langgananya telah mencapai 1500 orang sesuai dengan laporan yang terdapat pada Al-Munir, jilid III, tahun 1913, Nomor 1. Agen dan pembaca Al-Munir tersebar di berbagai daerah di Nusantara, Indonesia, Malaysia dan Thailand (Sarwan, 2012).

III.        HASIL PENELITIAN

Peta dakwah Kaum Muda dalam Al-Munir pada tahun 1911, jilid pertama dan 19 nomor penerbitan terdiri dari beberapa aspek, seperti akidah, ibadah, akhlak, syari’ah, pendidikan, politik, sejarah, ekonomi, dan sosial. Dari semua aspek di atas, penelitian ini difokuskan kepada empat poin penting, pertama bagaimana peta akidah dalam Al-Munir, kedua bagaimana peta ibadah dalam Al-Munir, ketiga bagaimana peta pendidikan dan modernisasi dalam Al-Munir dan keempat, bagaimana hubungan peta akidah, ibadah, pendidikan dan modernisasi dengan kondisi zamannya. Masing-masing pertanyaan penelitian akan dijelaskan setelah ini:

3.1.  Peta Akidah dalam Al-Munir

Berdasarkan kepada hasil penelusuran pada majalah al-Munir volume I tahun 2011 dapat dikemukakan topik-topik yang berkaitan dengan persoalan akidah ditulis dalam 27 tulisan dan dalam 18 nomor penerbitan. Rata-rata tulisan dalam aspek akidah 1,39 tulisan/nomor penerbitan. Pembahasan tentang akidah ini juga agak panjang lebar, dari 25 tulisan tentang akidah berjumlah 57,50 halaman. Tulisan yang paling sedikit 0,50 halaman dan yang paling banyak 4,25 halaman, sedangkan rata-rata tulisan dalam aspek akidah ini 3,19 halaman per tulisan.  Pembahasan yang paling sedikit 0,50 halaman dalam masalah akidah ini adalah pertanyaan Tuan Haji Muhammad Solih Bin Haji Yahja dan jawaban Kaum Muda tentang masalah makhluk ghaib seperti setan dan jin, sedangkan pembahasan yang panjang lebar berkaitan dengan persoalan hikmah israk dan mikraj Nabi Muhammad S.A.W., yaitu 4,25 halaman.
 Dari 27 tulisan tentang akidah yang terdapat pada Al-Munir tahun 1911 Jilid I terdapat 20 tulisan atau 80,00 % ditulis dalam bentuk artikel, dan 5 tulisan atau 20,00 % tulisan tentang akidah tersedia dalam bentuk tanya jawab antara pembaca dengan Kaum Muda. Dari 20 artikel tentang akidah berjumlah 47 halaman sedangkan dari 5 soal jawab berjumlah 10 halaman. Artikel tetang masalah akidah khususnya “Ilmu Sejati” atau yang disebutnya dengan istilah lain “Ilmu Tauhid”, ditulis oleh Abdullah Ahmad, sedangkan tulisan tentang isra’ dan mi’raj tidak diketahui sumbernya.
Salah seorang pembaca Al-Munir, yaitu Haji Muhammad Solih Bin Haji Yahja menulis artikel tentang akidah, tetapi pada waktu yang bersamaan ia juga bertanya dan pertanyaannya dijawab oleh Taib Umar dari Batu Sangkar. Ini menunjukkan bahwa pembaca majalah Al-Munir bukanlah masyarakat awam yang tidak tahu masalah agama sama sekali, tetapi mereka itu terdiri dari orang-orang yang memiliki pengetahuan agama. Pertanyaan datang dari pembaca dari berbagai daerah dengan berbagai persoalan yang terjadi pada lingkungan mereka. Dari 25 pembahasan tentang akidah 20 pembahasan atau 80,00 % tentang ilmu tauhid dan 5 pembahasan atau 20,00 % berkaitan dengan aspek akidah.
Pembahasan tentang ilmu tauhid ada dua bentuk, pertama artikel ilmu sejati dan artikel tentang israk dan mi’raj. Artikel ilmu sejati membahas beberapa persoalan ilmu tauhid seperti, sifat-sifat Allah S.W.T., seperti wujud, qidam, baqa, wahdaniyah, mukhalafatul lil hawadis, kemudian membahas tentang arti dan maksud waham, sak, zon, yakin, mukjizat, karomah, istidrad, sihir, irhas, maunah, sukzon, jahil, ruh, takbur, hasab, akal dan lain-lain.  Pembahasan tentang israk dan mikraj berkaitan dengan peristiwa israk dan mikraj Nabi Muhammad S.A.W, dalam bahasan ini juga dijelaskan tentang kepercayaan kepada Nabi dan Rasul Allah S.W.T., dan juga keimanan kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada para rasul Allah seperti, Taurat, Injil, Zabur, dan Qur’an.
Aspek akidah merupakan aspek yang mendasar dalam Islam, sehingga dapat dipahami kalau Kaum Muda menjadikan masalah ini menjadi masalah yang penting dalam Al-Munir, di samping jumlahnya banyak, masalah akidah ini juga mendapat perhatian yang serius dari Kaum Muda. Artikel ”ilmu sejati” hampir ditemukan pada setiap penerbitan Al-Munir,[4] diletakkan pada awal tulisan setiap penerbitan, isinya sistematis dari satu penerbitan ke nomor setelahnya.
Sikap Kaum Muda terhadap syirik cukup tegas dan keras, hal ini mereka nyatakan dalam Al-Munir bahwa kepercayaan karut-marut, menyimpang yang terindikasi mensyarikatkan Tuhan dengan suatu apapun harus di berantas (Al-Munir, 1915,  Jilid V, No. 17, Al-Munir, 1915, Jilid V, No. 5). Sikap tegas dan keras Kaum Muda tidak bisa disamakan dengan metode Kaum Padri di Minangkabau atau Kaum Wahabi di Jazirah Arab, karna kedua golongan ini melakukan pemberantasan syirik  disertai dengan kontak fisik sedangkan Kaum Muda memberantas syirik dengan dakwah bil-hikmah, iaitu memberikan pengetahuan yang benar, rasional dan berpedoman kepada al-Qur'an dan al-Hadis (Abdul Karim Amrullah, 1923 : 27-28).

3.2.       Peta Ibadah dalam Al-Munir
Berdasarkan kepada hasil penelusuran pada majalah al-Munir volume I tahun 2011 dapat dikemukakan topik-topik yang berkait dengan persoalan ibadah ditulis dalam 33 tulisan dan terdapat dalam 16 nomor penerbitan. Kalau diambil rata-rata tulisan Kaum Muda dalam aspek akidah ini terdapat 1,83 tulisan pernomor penerbitan pada jilid pertama tahun 1911, data ini menunjukkan bahwa tulisan tentang aspek ibadah lebih banyak dibandingkan tulisan tentang aspek akidah yang berjumlah 1,39 tulisan/nomor penerbitan.
Isi majalah Al-Munir yang berkaitan dengan masalah ibadah berjumlah lebih kurang 60,50 halaman, rata-rata setiap masalah ibadah dibahas dalam 1,83 halaman. Pembahasan tentang masalah ibadah ini tidak sama jumlah halamannya, ada masalah yang pembahasannya hanya setengah halaman ada juga yang dibahas empat sampai lima halaman. Pembahasan yang pendek adalah masalah yang bersifat umum dalam masalah ibadah, sedangkan pembahasan yang panjang (3,50 sampai 5 halaman) bersinggungan dengan masalah khilafiah, seperti penentuan awal puasa dengan melihat bulan atau dengan menggunakan perhitungan hisab. Dari 37 tulisan, sebanyak 28 tulisan atau 82,35 % dimuat dalam bentuk tanya jawab, selebihnya 6 tulisan atau 17,65 % dalam bentuk artikel. Jadi dalam masalah ibadah ini lebih banyak tulisan dalam bentuk koresponden atau tanya jawab dibandingkan dengan artikel. Pertanyaan-pertanyaan tentang masalah ibadah ini datang dari para pembaca Al-Munir di berbagai daerah, sebahagian besar berasal dari berbagai daerah di Sumatera dan dari Pahang, Malaysia. Pertanyaan-pertanyaan yang dikirim kepada redaksi dijawab Abdul Karim Amrullah, Abdullah Ahmad, dan Taib Umar. Tidak semua pertanyaan diketahui penanyanya, begitu juga dengan yang menjawabnya, sebahagian tidak dicantumkan identitasnya oleh redaktur Al-Munir.
Masalah-masalah ibadah yang dibahas berkaitan dengan 1 persoalan atau 2,86 % tentang wuduk, sedangkan persoalan yang berkaitan dengan ibadah shalat sebanyak 16 persoalan atau 45,71, dan masalah selawat Nabi dan membaca al-Qur’an sebanyak 2 persoalan atau 5,71 %, adapun masalah yang berkaitan dengan ibadah puasa sebanyak 7 persoalan atau 20,00 %, serta masalah ibadah zakat sebanyak 8 persoalan atau 22,86 %, adapun masalah ibadah haji 1 orang atau setara dengan 2,86 %. Persoalan ibadah yang paling banyak ditanyakan dan dibahas oleh Kaum Muda dalam Al-Munir kebanyakan berkaitan dengan masalah shalat, sedikit masalah zakat dan puasa, dan wuduk dan haji. 
Setiap ibadah (wuduk, shalat, zikir, puasa, zakat dan haji) masing-masing dikupas oleh Kaum Muda dalam Al-Munir terbitan jilid I tahun 1911 sesuai dengan pertanyaan yang dikemukakan oleh pembaca, di antara masalah yang banyak mendapat perhatian pembaca adalah masalah shalat. Persoalan shalat yang ditanyakan ada yang menyangkut masalah khilafiah, yaitu menyempurnakan shalat Jumat dengan sembahyang zuhur secara berjamaah yang dijawab oleh Kaum Muda tidak mempunyai alasan dari al-Qur’an, hadis, ijmak dan qiyas dan tidak juga berasal perkataan beberapa sahabat dan imam mujtahid. (Al-Munir 1911, jil. I, No. 11). Kaum Muda menjadikan isu purifikasi sebagai salah satu agendanya utamanya, “Adapun tuju haluannya Al-Munir kita sejak dari mula diterbitkan lain tidak hanya menuju kebenaran agama dan kelurusan syari’at Nabi kita Muhammad s.a.w dengan sengaja mengedapankan sunnah dan mematikan bid’ah2 yang diadakan orang pada agama” (Al-Munir, 1913, jil. III, No. 2, Al-Munir, 2013, jil. III, No. 4). Berdasarkan keterangan ini cukup jelas posisi Kaum Muda dalam persoalan ibadah, yaitu memurnikan ajaran Islam dari berbagai bentuk bid’ah dan kembali kepada kemurnian ajaran Islam.  

3.3.  Peta Pendidikan dan Modernisasi dalam Al-Munir
Berdasarkan kepada hasil penelusuran pada majalah al-Munir volume I tahun 2011 dapat dikemukakan topik-topik yang berkait dengan persoalan pendidikan dan modernisasi ditulis dalam 21 tulisan dan terdapat dalam 13 nomor. Nomor yang paling banyak membahas persoalan pendidikan adalah nomor 1, yaitu tujuh tulisan. Berdasarkan tulisan-tulisan tentang pendidikan dan modernisasi, terdapat dua judul yang diuraikan panjang lebar dan bersambung dari satu nomor ke nomor berikutnya, seperti tulisan berjudul “Hubbul Watan”. Judul ini ditulis sebanyak empat seri tulisan sedangkan tulisan dengan judul “Kesukaan dan Percintaan datang dari Mesir”, ditulis sebanyak lima seri tulisan.
Dari 21 persoalan pendidikan dan modernisasi diuraikan sebanyak 39,75 halaman, rata-rata persoalan pendidikan dan modernisasi dibahas dalam 1,89 halaman. Tulisan yang berdujul “Pergunaan Surat2 Khabar atau majalah”, merupakan tulisan yang paling sedikit (0,50 halaman), ia tulisan yang diringkaskan dari majalah Al-Imam sedangkan pembahasan yang panjang berjudul “Peredaran Masa” 4,75 halaman, tulisan ini panjang lebar karna ia berupa artikel yang dikarang oleh Kaum Muda. Dari 21 tulisan dalam bentuk pendidikan dan modernisasi, tidak ada tulisan atau 0.00 % yang tersedia dalam bentuk tanya jawab, tulisan dalam bentuk artikel sebanyak 18 tulisan atau 85,00 %, dan 3 tulisan dalam bentuk lain-lain, seperti dua tulisan dalam bentuk berita dan satu tulisan dalam bentuk karya sastra (pantun), satu tulisan dalam bentuk berita adalah kutipan dari harian Neraca yang terbit di Singapura sedangkan satu kutipan berita tidak disebutkan sumbernya. 
Berbeda dari tulisan dalam aspek akidah dan ibadah di atas, tulisan dalam aspek pendidikan dan modernisasi ini pada umumnya tidak diketahui pengarangnya, kecuali satu tulisan dalam bentuk karya sastra/pantun, yaitu pantun yang ditulis oleh Taib Umar dari Sungayang, Batu Sangkar (Al-Munir, 1911, Jilid I, No. 4). Kalau diambil moto Abdullah Ahmad (pimpinan Al-Munir), “bergelap-gelap dalam terang”, dapat dipahami maksudnya supaya tulisan tentang pendidikan dan modernisasi yang banyak menyinggung nasib umat Islam di Hindia Belanda (Indonesia) yang tertinggal dari kemajuan tidak dilihat sebagai kritik atau makar terhadap penjajah Belanda.
Meskipun Kaum Muda ulama yang mendalami ilmu agama dan mempunyai lembaga pendidikan agama tetapi mereka tidak alergi dengan lembaga pendidikan modren, mereka menyadari kemajuan tidak mungkin akan diperoleh oleh umat Islam kalau mereka hanya menuntut ilmu agama semuanya (Al-Munir, 1914, Jilid IV, No. 4) Modernisasi pendidikan Kaum Muda tidak hanya berhenti pada lembaga tetapi juga metode pengajaran harus dimodernisasi (Al-Munir, 1913, Jilid III, No. 20; Al-Munir, 1914, Jilid IV, No. 3) dan lembaga pendidikan secara keseluruhan dengan mencontoh sekolah-sekolah pemerintahan di negara-negara maju (Al-Munir, 1914, Jilid 5, No. 9). Persoalan yang berkaitan dengan tujuan menuntut ilmu pengetahuan, Kaum Muda berpendapat bahwa dengan menuntut ilmu pengetahuan akan banyak keahlian yang dimiliki. ”ilmu kepandaian” itu sangat penting untuk mencapai kemajuan dan kehormatan umat Islam Nusantara (Al-Munir, 1911, Jilid I, No. 19, Al-Munir, 1915, Jilid V, No. 19, Al-Munir, 1913, Jilid II, No. 24). Berdasarkan pernyataan ini ada dua tujuan yang dapat  dicapai dengan menguasai ilmu pengetahuan, yaitu kemajuan dan kehormatan, apabila umat Islam Nusantara menguasai ilmu pengetahuan, maka mereka akan bisa menjadi bangsa yang maju, dan apabila mereka telah maju maka bangsa-bangsa lain akan menaruh hormat kepada mereka, tidak lagi terjajah.

3.4.       Hubungan Isu-Isu Dakwah Kaum Muda dengan Situasi dan Kondisi.

Isu dakwah Kaum Muda yang bercorak pemurnian tidak terlepas dari faktor internal umat Islam di Nusantara pada awal abad ke 20 M. Pada waktu itu umat Islam di Nusantara diliputi oleh persoalan besar yaitu syirik dalam aspek akidah, bid’ah dalam bidang ibadah dan persoalan pendidikan. Persoalan akidah umat Islam pada awal abad ke 20 M atau pada saat munculnya Kaum Muda, banyaknya unsur syirik dalam keyakinan umat Islam Nusantara (Dobbin, Cristine, 1992: 36). Hamka menggambarkan problematika dakwah yang dihadapi oleh Kaum Muda dalam melakukan pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur luar yang tidak berasal dari Rasulullah S.A.W. kepada 17 persoalan, diantaranya syirik dan bid’ah. (Hamka, 1982: 102-105). 
Problem besar umat Islam Nusantara ketika itu yang tidak kalah pentingnya adalah masalah pendidikan. Sekolah pemerintah (Hindia Belanda) memberikan pelajaran agama alias sekuler, sistem pendidikan sekular menyebabkan hilangnya nilai-nilai transendental pada semua proses pendidikan. Lembaga Pendidikan sekuler mungkin bisa melahirkan manusia yang maju dalam urusan duniawi tetapi mereka kering dengan nilai-nilai spiritual sehingga mereka kehilangan makna atau arti dari kehidupan, oleh karna persoalan ini pulalah berkembang fatwa haram bersekolah ke sekolah Belanda (Deliar Noer, 1978: 7-8).
Pada sisi yang lain lembaga pendidikan tradisional jauh tertinggal dan jauh dari kemajuan. Tempatnya tradisional seperti rumah-rumah atau di surau-surau (Sjalaby, Ahmad, 1973: 32; Hurgronje C. Snouck, 1973: 34-35; Hamka, 1974: 28), proses belajar-mengajarnya secara tradisional, seperti guru dan murid semunya duduk di lantai, tidak ada kursi maupun meja (Hamka, 1974: 56; Taufik Abdullah, 1971: 55), tidak menggunakan alat tulis (pena, buku, papan tulis), metodenya tradisional, dimana guru membaca buku sedangkan murid hanya mendengarkan (Hurgonje, C. Snouck, 1992: 35), berlagu-lagu dan berbelit-belit, menghafal tanpa memberi pemahaman (Steenbrink, Karel A., 1984: 39), tidak ada pertanyaan dari murid, apalagi berbeda pendapat dan kalau membantah guru dianggap durhaka (Hamka, 1974: 56). Penegakan disiplinnya juga tradisional, seperti mencubit dan memukul (Steenbrink, Karel A., 1984: 39), tidak ada klasifikasi atau kelas dalam sistem pendidikan surau, pelajar lama dan pelajar baru, pelajar yang muda dan yang tua, pelajar yang pandai atau yang tidak pandai berada dalam satu kelas (Hamka, 1974: 56, 57, 74), tidak ada evaluasi terhadap pelajaran, tidak ada ujian akhir, tidak ada juga kenaikan kelas (Azyumardi Azra, 1999: 121)
Tiga keadaan yang menyelimuti umat Islam umat Islam di Nusantara pada awal abad ke 20 M itu telah mendorong Kaum Muda untuk melakukan pemurnian dalam bidang akidah dan ibadah serta melakukan modernisasi dalam bidang pendidikan
Pengaruh eksternal tidak dapat dilepaskan dari pemurnian dan pembaharuan yang dilakukan oleh Kaum Muda di Nusantara pada awal abad ke 20 M. Apabila membicarakan tentang kemajuan maka orientasinya selalu ke Barat, tetapi apabila yang dibicarakan itu adalah pemurnian di Nusantara, maka ia merujuk ke Timur Tengah (Pijper, G.F, 1985: 106). Robert Van Niel mengatakan, gerakan pemurnian dan pembaharuan Islam yang terjadi di Nusantara pada awal abad ke 20 M., tidak dapat dilepaskan dari pengaruh atau dorongan dari luar (Niel, Robert Van., 1960: 93), pendapat Robert Van Niel diamini oleh Syamsuri Ali yang menilai sulit untuk tidak melibatkan pengaruh Timur Tengah terhadap perkembangan yang terjadi di Indonesia (Syamsuri Ali, 1997: 64).
Biasanya para sarjana dalam kajian pembaharuan Islam, mempunyai dua teori tentang asal pembaharuan yang dapat dihubungankan dengan pemurnian dan pembaharuan yang terjadi di Nusantara, yaitu Makkah dan Mesir. Pengaruh pemurnian berasal dari Makkah dan pengaruh pembaharuan datang dari Mesir (Deliar Noer, 1978: 296).



IV.   KESIMPULAN

       Berdasarkan kepada hasil penelitian pada majalah al-Munir jilid I tahun 2011 dapat disimpulkan bahwa kemukakan topik-topik yang berkait dengan persoalan akidah ditulis dalam 27 tulisan dan terdapat dalam 18 nomor penerbitan, 20 tulisan atau 80,00 % tulisan tentang akidah dalam bentuk artikel, 5 tulisan atau 20,00 % tulisan tanya jawab. Pembahasan tentang akidah agak panjang lebar, yaitu 57,50 halaman dari 25 tulisan, tulisan yang paling sedikit 0,50 halaman dan yang paling banyak 4,25 halaman, sedangkan rata-rata tulisan dalam aspek akidah ini 3,19 halaman per tulisan. Isi tulisan dalam aspek akidah ini lebih sistematis dan berkelanjutan dari satu nomor ke nomor yang lain. Pembaca Al-Munir yang mengajukan pertanyaan tentang masalah akidah ini datang dari tiga wilayah Indonesia, wilayah Indonesia Barat, Tengah dan Timur. Isi tulisan tentang akidah pada umumnya bersifat ideal dan teoritis menurut aliran Ahlussunah wal Jamaah, sedangkan pembahasan dalam bentuk koresponden adalah pembahasan yang bersifat fenomenologis, di antaranya ada yang membicarakan masalah syirik.
Masalah ibadah ditulis dalam 31 tulisan dalam 15 nomor penerbitan, lebih kurang 60,50 halaman, rata-rata setiap masalah ibadah dibahas dalam 1,83 halaman. Pembahasan yang pendek adalah masalah yang bersifat umum, sedangkan pembahasan yang panjang lebar (3,50 sampai 5 halaman) bersinggungan dengan masalah khilafiah. 27 tulisan atau 82.35 % koresponden dan 6 tulisan atau 17,65 % artikel. Pertanyaan-pertanyaan tentang masalah ibadah ini bahwa hampir seluruhnya dari Pulau Sumatera, dan Pahang-Malaysia. Kaum Muda yang terlibat soal ibadah adalah Abdul Karim Amrullah, Abdullah Ahmad, dan Muhammad Taib Umar. Dari 27 masalah ibadah paling banyak berkaitan dengan masalah shalat 16 persoalan atau 45,71 %, zakat sebanyak 8 persoalan atau 22,86 %, puasa sebanyak 7 persoalan atau 20,00 %, dan masalah zikir dan membaca al-Qur’an 2 persoalan atau 5,71 %, wuduk dan haji masing-masing 1 persoalan atau 2,86 %.
Masalah pendidikan dan modernisasi ditulis dalam 21 tulisan, terdapat dalam 13 nomor penerbitan. Dari 21 persoalan diuraikan dalam 39,75 halaman, dari data ini juga dapat diketahui bahwa rata-rata persoalan pendidikan dan modernisasi dibahas dalam 1,89 halaman. Tulisan yang paling sedikit (0,50 halaman), pembahasan yang panjang 4,75 halaman. Dari 21 persoalan, sebanyak 18 tulisan atau 85,00 % dalam bentuk artikel, dan dua tulisan dalam bentuk berita dan satu tulisan dalam bentuk karya sastra (pantun). Tulisan dalam aspek pendidikan dan modernisasi ini pada umumnya tidak diketahui pengarangnya, kecuali satu tulisan dalam bentuk karya sastra/pantun, yang ditulis oleh Haji Muhammad Taib Umar. Tulisan dalam aspek pendidikan dan modernisasi ini Kaum Muda memotifasi umat Islam supaya menuntut ilmu pengetahuan supaya menjadi umat yang berkemajuan, baik ilmu agama maupun ilmu umum, baik di dalam negri maupun di luar negri, demikian juga dengan pengelolaan sekolah supaya di modernisasi.
Isu-Isu Dakwah Kaum Muda melalui majalah Al-Munir (1911) tidak dapat dilepaskan dari pengaruh internal, yaitu situasi dan kondisi umat Islam di Nusantara pada pada awal abad ke 20 M. yang diliputi oleh tiga persoalan besar yaitu syirik (akidah), bid’ah (ibadah), kebodohan dan kemiskinan. Sedangkan pengaruh eksternal berkaitan dengan pembaharuan ataupun pemurnian terhadap syirik (akidah), bid’ah (ibadah), kebodohan dan kemiskinan yang berlangsung Timur Tengah. Pengaruh eksternal itu mempengaruhi Kaum Muda di Nusantara, baik yang mereka peroleh secara langsung ketika di Timur Tengah, ataupun melalui perantaraan.
V.           SUMBER BACAAN

Al-Munir (1911-1915)
Ahmad Adam, Sejarah dan bibliografi akhbar dan majalah Melayu abad kesembilan belas, Bangi: UKM, 1994
Akhria Nazwar, Syekh Ahmad Khatib; ilmuawan Islam di permulaan abad ini, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983
Amirsyahruddin, Integrasi imtaq dan iptek dalam pandangan Dr.H.Abdullah Ahmad, Padang, Syamza, 1999.
Azyumardi Azra, Jaringan global dan lokal Islam Nusantara, Bandung: Mizan, 2002
Burhanddin Daya, Gerakan pembaharuan pemikiran Islam: kasus Sumatera Thawalib, Jakarta: Tiara Wacana, 1990
Data Kantor Departemen Agama Batu Sangkar, Ulama-ulama terkemuka 1930-1990. tt.
Deliar Noer, The Modernist muslim movement in West Sumatera 1900-1942, Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1978. 
Dobbin, Cristine, Kebangkitan Islam dalam ekonomi petani yang sedang berubah, Sumatera Tengah, 1784-1847, Terj. Lilian D. Tedjasudana, Jakarta: INIS, 1992, jil. XII;
Donohue, John J. & Esposito, John L., Islam dan pembaharuan ensiklopedia masalah-masalah, Jakarta: CV. Rajawali, 1989.
Edward, et al., (pnysn.), Riwayat hidup dan perjuangan 20 ulama besar Sumatera Barat, Padang: Islamic Centre Sumatera Barat, 1981.
Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005
Hamka, Ayahku, riwayat hidup Dr.H.Abdul Karim Amrullah dan perjuangan kaum agama di Sumatera, Jakarta: Uminda, 1982
Hamka, Ayahku, riwayat hidup Dr.H.Abdul Karim Amrullah dan perjuangan kaum agama di Sumatera, Selangor: Pustaka Dini, 2010
Hamka, Pengaruh Muhammad ’Abduh di Indonesia, Djakarta: Tintamas, 1961.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1996
Nik Mohd. Rosdi bin Nik Ahmad, Gerakan tajdid Timur Tengah (Mesir dan Hijaz): sejarah dan pengaruhnya kepada pemikiran politik dan sosio-budaya masyarakat Melayu di Malaysia 1940-1990, Tesis Dr. Fal, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2003.
Nor Huda, Islam Nusantara, sejarah sosial intelektual Islam di Indonesia, Jogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.
Sanusi Latief, M., Gerakan Kaum Tua di Minangkabau, Tesis Dr. Fal, PPs. IAIN Syarif Hidayatullah, 1989
Sarwan, Isu Kemajuan dalam Al-Imam (1906-1908) dan Al-Munir (1911-1915), (Bangi, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1912)
Sarwan. 2009. “Al-Munir (1911-1915)”. Jurnal Al-Munir 2. I (1)
Schrieke, B.J.O, Pergolakan agama di Sumatera Barat : sebuah sumbangan bibliografi, terj. Soegarda Poerbakawatja, Jakarta: Bhratara, 1973
Syamsuri Ali, “Al-Munir dan Wacana Pembaharuan Pemikiran Islam 1911-1915” (Padang, PPs. IAIN Imam Bonjol, 1997)
Tamar Jaya, Riwayat Hidup Orang-orang Besar, cet-1, Jakarta: Bulan Bintang, 1981,
Zulmuqim, Pembaharuan Islam di Indonesia Awal Abad XX: Studi terhadap Pemikiran Dr.H.Abdul Karim Amrullah, Tesis Dr. Fal, PPs. IAIN Sunan Kalijaga, 2001.


[1] Ulama-ulama tua tersebut berusia di atas 40 tahun atau 50 tahun (Hamka, 1982: 79).
[2] Ulama-ulama muda ketika itu berusia di bawah 30 tahun (Hamka, 1982: 79).
[3] Kaum Tua adalah lawan darip Kaum Muda, Secara umum Kaum Tua diartikan sebagai ulama-ulama tradisional yang berpegang kepada tradisi konservatif atau mempertahankan yang lama. (Abdul Rahman Haji Abdullah, : 5; Mannheim K., 1966: 95 & 96). Sedangkan Nik Abdul Aziz bin Nik Hassan memberikan pengertian Kaum Tua sebagai :“ulama-ulama yang enggan menerima pemikiran yang baru yang bertentangan dengan aliran-aliran pemikiran Islam yang sudah berurat berakar di tengah-tengah masyarakat Melayu tempatan.” (Nik Abdul Aziz bin Nik Hassan, 1983: 19)
[4] Judul “Ilmu Sejati” mendominasi tulisan tentang akidah pada Al-Munir 1911, jilid I, mulai dari nomor 4 sampai nomor 19 (terakhir), “Ilmu Sejati” selalu tersedia, begitu juga dengan tahun-tahun setelahnya, hampir setiap terbit “Ilmu Sejati” dimuat.