I. PENDAHULUAN
Penelitian
ini adalah sebuah penelitian sejarah dakwah di Nusantara pada awal abad ke 20
M. Penelitian sejarah dakwah yang berskop Nusantara masih kurang dilakukan oleh
para peneliti, oleh karna itu sangat penting dilakukan. Penelitian ini semakin
penting mengingat basis gerakan dakwah ini berada di Minangkabau. Kaum Muda
Minangkabau menjadi “bintang” pada masanya karna menjadi motor dinamika sosial
keagamaan yang dahsyat yang membawa perubahan terhadap kehidupan beragama dan
sosial. Sepak terjang mereka telah tercatat dengan tinta emas, dan telah
diperkatakan oleh para sarjana dalam penelitian-penelitian mereka dalam
berbagai pendekatan.
II.
KAUM MUDA dan AL-MUNIR (1911-1915)
2.1 Kaum Muda
Kaum
Muda dapat diartikan sebagai kelompok orang yang berusia muda, tetapi secara
terminologi Kaum Muda adalah istilah yang sudah biasa digunakan untuk menyebut
golongan ulama yang berpahaman baru atau maju. Penggunaan istilah Kaum Muda untuk
kelompok
keagamaan pada awalnya dimulai oleh Hamka. Hamka mengatakan istilah Kaum Muda mulai timbul setelah terjadi perdebatan antara ulama-ulama
tua[1] yang dipimpin oleh Sheikh Khatib Ali (1863-1936) dengan
ulama-ulama berusia muda[2] yang dipimpin oleh Abdul Karim tentang
beberapa persoalan
tarekat, di Padang tahun
1906
(Hamka, 1963: 9). Sepakat atau
tidak sepakat yang jelas perdebatan tentang masalah rabithah itu telah menjadi
tonggak sejarah lahirnya istilah “Kaum
Tua”[3]
dan “Kaum Muda” (Hamka 2010, 115). Munculnya istilah Kaum Muda berawal dari Minangkabau baru
menyebar ke Nusantara
(Sarwan, 2012:28). Walaupun sulit untuk menemukan siapa yang menemukan ataupun yang
mengemukakan istilah ini lebih dahulu, namun yang perlu ditekankan disini
adalah istilah Kaum Muda itu merujuk
kepada istilah pemurnian dan pembaharuan di Nusantara yang bertujuan memajukan umat Islam
(Al-Munir, 1915, jil. 5, No. 2). Baik
di Indonesia, Malaysia, Brunai, Thailand dan Kamboja.
2.2
Tokoh-Tokoh Kaum Muda
Sheikh Abdullah bin Sheikh Ahmad Alang Lawas Padang,
lahir tahun 1878 M. di Padang Panjang, dan meninggal tahun 1933 M di Jakarta (Amirsyahruddin, 1999: 8). Pendidikan Abdullah Ahmad mulai dari Surau Jembatan Besi (Amirsyahruddin, 1999: 8), Sekolah Desa (volksschool),
kemudian ke Mekkah (1895-1899 M) (Sarwan, 2012:28). Aktivitas Abdullah
Ahmad dalam
bidang jurnalisitik, menjadi agen majalah Al-Ittihad Mesir (Deliar Noer, 1978: 38), perwakilan Al-Imam di
Padang (1906), memimpin Al-Munir (1911-1915), Al-Akhbar (1913), redaktur majalah Al-Islam, Syarikat Islam (Sarwan, 2012:
124-125). Aktivitas Abdullah Ahmad dalam bidang pendidikan, guru di Surau Jembatan Besi tahun 1899 (Edward, 1981:
107), mendirikan Adabiah School (Panitia HUT Adabiah, 1985: 24-25) tahun 1909, Persatuan
Guru Agama Islam (PGAI) tahun 1919 M dan Normal Islam tahun
1930
(Taufik Abdullah, 1971: 214).
Sheikh Haji Abdul Karim Amrullah bin Sheikh Muhammad
Amrullah bin Sheikh Abdullah Saleh Tuanku Kisai, lahir pada 10 Februari 1879 di Maninjau, meninggal
pada 2 Juni 1942 di Jakarta. (Hamka, 1982: 53, 328). Pendidikan yang dilalui oleh Abdul Karim; pertama pendidikan dalam negeri (Minangkabau); kedua pendidikan luar
negeri (Mekah) dan yang ketiga belajar secara otodidak) (Hamka, 1982: 55-58). Aktivitas Abdul Karim menjadi wakil majalah Al-Imam di Maninjau (1906) pengarang Al-Munir (1911-1915). Aktivitas pendidikan, tahun 1906
M. mengajar
di Maninjau, tahun 1912 mengajar di di Surau Jembatan Besi sekaligus modernisasinya (Burhanuddin Daya, 1995: 85). Ketiga aktivitas
dalam bidang organisasi, membawa dan
menyebarkan Muhammadiyah di Minangkabau (Sarwan, 1912: 128).
Sheikh
Muhamad Thaib bin Umar bin Abdul Karim. Ulama ini
berasal dari Sungayang, Batu Sangkar (Kantor
Departemen Agama Batu Sangkar, tt). Pendidikan agama dimulai dari rumah selama
dua tahun, sepuluh tahun (1883-1893) belajar kepada beberapa ulama lain di
Minangkabau dan menuntut ke Mekkah lima tahun (1893-1897). Thaib Umar memulai aktivitas pendidikan di Batu Bayang, Sungayang, Batu Sangkar. (Edward, 1981: 90-92). Aktivitas beliau dalam bidang jurnalisitik dimulai dari penerbitan Al-Munir.
Jilid. I, Nomor 6, 12 Juni 1911 hingga
Jilid V, 17 Januari 1915, Taib Umar banyak menjawab pertanyaan pembaca dan puncaknya pada tahun 1912, beliau yang paling banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan pembaca terutama berkaitan dengan masalah fiqh
(Sarwan, 1912: 132).
2.3
Profil Al-Munir
Al-Munir adalah
majalah dakwah yang ditulis dalam bahasa Arab Melayu, bahasa yang dipergunakan
oleh para ulama sebelum kedatangan penjajah Barat ke Nusantara. Ia diterbitkan mulai tanggal 1 Rabi’ al-Akhir 1329 H/ 1 April 1911 M. sampai 15 Zulhijjah 1333/23 Oktober 1915 Masehi. Perbahasan tentang profil ini menjelaskan gambaran secara
umum tentang majalah Al-Munir seperti di bawah ini.
Al-Munir berasal dari
bahasa Arab artinya adalah yang terang, yang bersinar atau yang
bercahaya
(Al-Munir, 1911, jil. I, No. 1). Al-Munir juga diartikan sebagai benda yang menerangi seperti pelita, lampu
atau bintang (Al-Munir, 1911, jil. I, No. 1, Al-Munir,
1911, jil. I, No. 13). Secara terminologi Al-Munir
bisa
diartikan
sebagai media dakwah Kaum Muda untuk menyampaikan ajaran Islam, baik dalam bentuk artikel, koresponden, berita dan lain-lain kepada umat Islam di Nusantara pada awal abad ke-20. (Sarwan, 1912:
100). Tujuan Al-Munir adalah memajukan umat
Islam Nusantara dalam urusan agama dan kehidupan (Al-Munîr, 1911, jilid I, No 1). Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa Al-Munir
adalah
media dakwah Kaum
Muda yang
bertujuan untuk memajukan
umat Islam Nusantara, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi, baik dalam persoalan akidah,
ibadah maupun dalam persoalan pendidikan.
Al-Munir terbit pada awal bulan dan pertengahan bulah hijrah. Selama terbit,
majalah ini telah menghasilkan 115 nomor penerbitan, mulai dari 1 Rabi’ al-Akhir 1329 H/1 April 1911 dan berakhir pada 15 Zulhijjah 1333 H/ 23 Oktober 1915 M. Berdasarkan kepada data ini, dapat
diketahui bahwa Al-Munir terbit selama empat tahun sembilan bulan, kadang-kadang
para peneliti menggenapkannya kepada lima tahun. Setiap tahun Al-Munir dihitung satu jilid, setiap jilid ada yang terdiri dari 19 nomor, 23 nomor dan 24 nomor. Jilid I hanya 19 nomor, ini karna Al-Munir mulai terbit di
pertengahan tahun (1
Rabi’ul Akhir 1329) dan berakhir di awal tahun. Seharusnya
jilid I Al-Munir berakhir pada 15 Zulhijjah 1330 atau 18
kali penerbitan, sehingga jilid II dan seterusnya dapat terbit 24 nomor. Oleh karna jilid I Al-Munir terlewat setengah bulan, maka jilid II nya berkurang setengah
bulan atau satu kali penerbitan, jadi jilid II yang seharusnya 24 nomor hanya terbit 23 nomor, namun dari jilid III sampai V penerbitan Al-Munir sudah dapat
diperbaiki
sehingga setiap jilid konsisten 24 nomor penerbitan, dimulai 1 Muharram dan berakhir 15 Zulhijjah (Sarwan, 1912:
111-112). Penerbitan Al-Munir menurut tahun hijriah bukan
masehi, karena tahun hijriah lebih pendek rata-rata 11 hari dalam setahun dari
tahun masehi, maka penerbitan Al-Munir pada bulan masehi berkurang lebih kurang
sehari dalam sebulan, tetapi karena penerbitan Al-Munir tidak konsisten pada
setiap awal bulan maka pengurangan hari pada bulan masehi juga tidak teratur,
ada yang satu hari, dua hari dan tiga hari (Sarwan, 1912: 111-112).
Tokoh-tokoh yang terlibat
dalam pengelolaan majalah Al-Munir adalah sebagai berikut; Pengurus (Manejer
Executif); Haji Marah Muhammad bin ‘Abdul Hamid. Pengarang (Pimpinan Redaksi);
Haji Abdullah Ahmad, Pertua/Direksi (Pimpinan Umum); Haji Sutan Jamaluddin Abu
Bakar. Pemimpin dan pembantunya (Dewan dan Staf Redaksi); Haji Abdul Karim
Amrullah Danau (Maninjau), Muhammad Dahlan Sutan Limbak Tuah (Padang), Haji
Muhammad Taib Umar (Batu Sangkar), Sutan Muhammad Salim (Kotogadang).
(Al-Munir, 1911, jilid Vol 1, No. 1, Hamka, 1962 : 99). Terdapat tiga orang tokoh Kaum Muda yang memegang struktur penting
kepengurusan majalah Al-Munir yaitu Abdullah Ahmad, Abdul
Karim dan Taib Umar Al-Munir2, 2009,
Jilid I, No. 1). Abdullah Ahmad, Abdul Karim dan Taib Umar disamping duduk dalam jajaran manajemen Al-Munir mereka juga penulis paling banyak pada majalah
Al-Munir. Pengurus-pengurus lain yang masuk dalam struktur organisasi Al-Munir hanya Haji Marah Muhammad
bin ‘Abdul Hamid, itupun tentang seruan kepada langganan yang berutang supaya melunasi utang-utangnya kepada Al-Munir (Al-Munir2, 2009, Jilid I, No. 1). Oleh karna itu peranan beliau dalam isi Al-Munir tidak dapat
diperhitungkan. Penulis-penulis
lain yang tidak masuk dalam struktur manajemen adalah H. Ibrahim Musa Parabek
atau Inyiak Parabek dari Parabek, Bukittinggi. H. Abbas Abdullah dari Padang Japang, Payakumbuh,
Zainuddin Labay El-Yunusy dari Padang Panjang, H. Muhammad Jamil Jambek atau
Inyiak Jambek dari Bukittinggi dan lain-lain (Al-Munir2, 2009, Jilid I, No. 1). Berdasarkan keterangan
di atas dapat disimpulkan
bahwa yang mempunyai peranan penting terhadap
isi Al-Munir adalah Kaum
Muda, sedangkan tokoh-tokoh profesional yang terlibat dalam majalah
ini bertugas sebagai pelaksana tekhnis (Al-Munir2, 2009, Jilid I, No. 1).
Isi Al-Munir dapat dikelompokkan kepada tiga tema utama, yaitu tema akidah, ibadah dan pendidikan. Dari 1111 tema yang terdapat dalam Al-Munir, 170 tema akidah 227 tema ibadah, dan 119 tema pendidikan. Ketiga tema ini dari segi kuantitas mendapat perhatian lebih khusus dari Al-Munir dan juga oleh pembaca. Tema
Akhlak dan sejarah merupakan tema yang sedikit, yaitu di bawah 10 % dari
keseluruhan tema, di samping sedikit ia juga bukan isu kontroversi dan
pengaruhnya juga kecil ke atas perubahan sosial keagamaan. Tema tentang wanita
merupakan tema yang paling sedikit, ia hanya 5 tema dari 1111 tema yang
terdapat dalam Al-Munir. Meskipun tema ini sedikit tetapi pengaruhnya cukup
kuat terhadap perubahan sosial keagamaan di Nusantara. Tema umum adalah
tema-tema yang membahas berbagai aspek kehidupan. Berdasarkan keterangan di atas dapat diketahui bahwa kebanyakan isi
Al-Munir berisi tentang masalah keagamaan, yaitu akidah, ibadah dan mu’amalah.
Pembaca
atau langganan Al-Munir dapat diketahui berdasarkan informasi Al-Munir
tentang agen-agen mereka dan juga pembaca-pembacanya yang tersebar di Malaysia, Indonesia dan Thailand, mereka adalah para ulama, guru
dan orang alim. Tidak diketahui jumlah yang
pasti berapa pembaca atau langganan Al-Munir (Syamsuri Ali, :191-192). Menurut Syamsuri
Ali langganan berjumlah 765 hingga 1000 orang (Syamsuri Ali, : 191-192). Teori Syamsuri Ali kurang cermat karena majalah Al-Munir sendiri
melaporkan bahwa langgananya telah mencapai 1500 orang sesuai dengan laporan yang terdapat pada Al-Munir, jilid III, tahun 1913, Nomor 1. Agen dan
pembaca Al-Munir tersebar di berbagai daerah di Nusantara,
Indonesia, Malaysia dan Thailand (Sarwan, 2012).
III.
HASIL PENELITIAN
Peta dakwah Kaum Muda dalam Al-Munir pada tahun 1911, jilid
pertama dan 19 nomor penerbitan terdiri dari beberapa aspek, seperti akidah,
ibadah, akhlak, syari’ah, pendidikan, politik, sejarah, ekonomi, dan sosial.
Dari semua aspek di atas, penelitian ini difokuskan kepada empat poin penting,
pertama bagaimana peta akidah dalam Al-Munir, kedua bagaimana peta ibadah dalam
Al-Munir, ketiga bagaimana peta pendidikan dan modernisasi dalam Al-Munir dan
keempat, bagaimana hubungan peta akidah, ibadah, pendidikan dan modernisasi
dengan kondisi zamannya. Masing-masing pertanyaan penelitian akan dijelaskan
setelah ini:
3.1.
Peta Akidah dalam Al-Munir
Berdasarkan
kepada hasil penelusuran pada majalah al-Munir volume I tahun 2011 dapat
dikemukakan topik-topik yang berkaitan dengan persoalan akidah ditulis dalam 27
tulisan dan dalam 18 nomor penerbitan. Rata-rata tulisan dalam aspek akidah
1,39 tulisan/nomor penerbitan. Pembahasan tentang akidah ini juga agak panjang
lebar, dari 25 tulisan tentang akidah berjumlah 57,50 halaman. Tulisan yang
paling sedikit 0,50 halaman dan yang paling banyak 4,25 halaman, sedangkan
rata-rata tulisan dalam aspek akidah ini 3,19 halaman per tulisan. Pembahasan yang paling sedikit 0,50 halaman
dalam masalah akidah ini adalah pertanyaan Tuan Haji Muhammad Solih Bin Haji
Yahja dan jawaban Kaum Muda tentang masalah makhluk ghaib seperti setan dan
jin, sedangkan pembahasan yang panjang lebar berkaitan dengan persoalan hikmah
israk dan mikraj Nabi Muhammad S.A.W., yaitu 4,25 halaman.
Dari 27 tulisan tentang akidah yang terdapat
pada Al-Munir tahun 1911 Jilid I terdapat 20 tulisan atau 80,00 % ditulis dalam
bentuk artikel, dan 5 tulisan atau 20,00 % tulisan tentang akidah tersedia
dalam bentuk tanya jawab antara pembaca dengan Kaum Muda. Dari 20 artikel
tentang akidah berjumlah 47 halaman sedangkan dari 5 soal jawab berjumlah 10
halaman. Artikel tetang masalah akidah khususnya “Ilmu Sejati” atau yang
disebutnya dengan istilah lain “Ilmu Tauhid”, ditulis oleh Abdullah Ahmad,
sedangkan tulisan tentang isra’ dan mi’raj tidak diketahui sumbernya.
Salah seorang
pembaca Al-Munir, yaitu Haji Muhammad Solih Bin Haji Yahja menulis artikel
tentang akidah, tetapi pada waktu yang bersamaan ia juga bertanya dan
pertanyaannya dijawab oleh Taib Umar dari Batu Sangkar. Ini menunjukkan bahwa
pembaca majalah Al-Munir bukanlah masyarakat awam yang tidak tahu masalah agama
sama sekali, tetapi mereka itu terdiri dari orang-orang yang memiliki
pengetahuan agama. Pertanyaan datang dari pembaca dari berbagai daerah dengan
berbagai persoalan yang terjadi pada lingkungan mereka. Dari 25 pembahasan
tentang akidah 20 pembahasan atau 80,00 % tentang ilmu tauhid dan 5 pembahasan
atau 20,00 % berkaitan dengan aspek akidah.
Pembahasan
tentang ilmu tauhid ada dua bentuk, pertama artikel ilmu sejati dan artikel
tentang israk dan mi’raj. Artikel ilmu sejati membahas beberapa persoalan ilmu
tauhid seperti, sifat-sifat Allah S.W.T., seperti wujud, qidam, baqa,
wahdaniyah, mukhalafatul lil hawadis, kemudian membahas tentang arti dan maksud
waham, sak, zon, yakin, mukjizat, karomah, istidrad, sihir, irhas, maunah,
sukzon, jahil, ruh, takbur, hasab, akal dan lain-lain. Pembahasan tentang israk dan mikraj berkaitan
dengan peristiwa israk dan mikraj Nabi Muhammad S.A.W, dalam bahasan ini juga
dijelaskan tentang kepercayaan kepada Nabi dan Rasul Allah S.W.T., dan juga
keimanan kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada para rasul Allah seperti,
Taurat, Injil, Zabur, dan Qur’an.
Aspek akidah merupakan aspek yang mendasar dalam Islam, sehingga dapat dipahami kalau Kaum Muda menjadikan masalah ini menjadi
masalah yang penting dalam Al-Munir, di samping jumlahnya banyak,
masalah akidah ini juga mendapat perhatian yang serius dari Kaum Muda. Artikel
”ilmu sejati” hampir
ditemukan pada setiap penerbitan Al-Munir,[4] diletakkan pada awal tulisan setiap penerbitan, isinya
sistematis dari satu penerbitan ke nomor setelahnya.
Sikap
Kaum Muda terhadap syirik cukup tegas dan keras, hal ini mereka nyatakan dalam
Al-Munir bahwa kepercayaan karut-marut,
menyimpang
yang terindikasi mensyarikatkan Tuhan dengan suatu apapun
harus
di berantas (Al-Munir, 1915, Jilid V, No. 17, Al-Munir,
1915,
Jilid V, No. 5). Sikap tegas dan
keras Kaum Muda tidak bisa disamakan dengan metode Kaum Padri di Minangkabau
atau Kaum Wahabi di Jazirah Arab, karna kedua golongan ini melakukan
pemberantasan syirik disertai dengan
kontak fisik sedangkan Kaum Muda memberantas syirik dengan dakwah bil-hikmah, iaitu memberikan pengetahuan yang
benar, rasional dan berpedoman
kepada al-Qur'an dan al-Hadis (Abdul Karim Amrullah, 1923 : 27-28).
3.2.
Peta Ibadah
dalam Al-Munir
Berdasarkan
kepada hasil penelusuran pada majalah al-Munir volume I tahun 2011 dapat
dikemukakan topik-topik yang berkait dengan persoalan ibadah ditulis dalam 33
tulisan dan terdapat dalam 16 nomor penerbitan. Kalau diambil rata-rata tulisan
Kaum Muda dalam aspek akidah ini terdapat 1,83 tulisan pernomor penerbitan pada
jilid pertama tahun 1911, data ini menunjukkan bahwa tulisan tentang aspek
ibadah lebih banyak dibandingkan tulisan tentang aspek akidah yang berjumlah
1,39 tulisan/nomor penerbitan.
Isi majalah
Al-Munir yang berkaitan dengan masalah ibadah berjumlah lebih kurang 60,50
halaman, rata-rata setiap masalah ibadah dibahas dalam 1,83 halaman. Pembahasan
tentang masalah ibadah ini tidak sama jumlah halamannya, ada masalah yang
pembahasannya hanya setengah halaman ada juga yang dibahas empat sampai lima
halaman. Pembahasan yang pendek adalah masalah yang bersifat umum dalam masalah
ibadah, sedangkan pembahasan yang panjang (3,50 sampai 5 halaman) bersinggungan
dengan masalah khilafiah, seperti penentuan awal puasa dengan melihat bulan
atau dengan menggunakan perhitungan hisab. Dari 37 tulisan, sebanyak 28 tulisan
atau 82,35 % dimuat dalam bentuk tanya jawab, selebihnya 6 tulisan atau 17,65 %
dalam bentuk artikel. Jadi dalam masalah ibadah ini lebih banyak tulisan dalam
bentuk koresponden atau tanya jawab dibandingkan dengan artikel.
Pertanyaan-pertanyaan tentang masalah ibadah ini datang dari para pembaca
Al-Munir di berbagai daerah, sebahagian besar berasal dari berbagai daerah di Sumatera
dan dari Pahang, Malaysia. Pertanyaan-pertanyaan yang dikirim kepada redaksi
dijawab Abdul Karim Amrullah, Abdullah Ahmad, dan Taib Umar. Tidak semua
pertanyaan diketahui penanyanya, begitu juga dengan yang menjawabnya,
sebahagian tidak dicantumkan identitasnya oleh redaktur Al-Munir.
Masalah-masalah
ibadah yang dibahas berkaitan dengan 1 persoalan atau 2,86 % tentang wuduk,
sedangkan persoalan yang berkaitan dengan ibadah shalat sebanyak 16 persoalan
atau 45,71, dan masalah selawat Nabi dan membaca al-Qur’an sebanyak 2 persoalan
atau 5,71 %, adapun masalah yang berkaitan dengan ibadah puasa sebanyak 7
persoalan atau 20,00 %, serta masalah ibadah zakat sebanyak 8 persoalan atau
22,86 %, adapun masalah ibadah haji 1 orang atau setara dengan 2,86 %. Persoalan
ibadah yang paling banyak ditanyakan dan dibahas oleh Kaum Muda dalam Al-Munir
kebanyakan berkaitan dengan masalah shalat, sedikit masalah zakat dan puasa,
dan wuduk dan haji.
Setiap ibadah
(wuduk, shalat, zikir, puasa, zakat dan haji) masing-masing dikupas oleh Kaum
Muda dalam Al-Munir terbitan jilid I tahun 1911 sesuai dengan pertanyaan yang
dikemukakan oleh pembaca, di antara masalah yang banyak mendapat perhatian
pembaca adalah masalah shalat. Persoalan shalat yang ditanyakan ada yang
menyangkut masalah khilafiah, yaitu menyempurnakan
shalat Jum’at dengan sembahyang zuhur secara berjamaah yang dijawab
oleh Kaum Muda tidak mempunyai alasan dari al-Qur’an, hadis, ijmak dan qiyas dan tidak juga
berasal perkataan beberapa sahabat dan imam mujtahid. (Al-Munir 1911, jil. I, No. 11). Kaum Muda menjadikan isu purifikasi sebagai salah satu agendanya utamanya, “Adapun tuju haluannya Al-Munir kita sejak dari mula diterbitkan lain tidak hanya
menuju kebenaran agama dan kelurusan syari’at Nabi kita Muhammad s.a.w dengan
sengaja mengedapankan sunnah dan mematikan bid’ah2 yang diadakan orang pada
agama”
(Al-Munir, 1913, jil. III, No. 2, Al-Munir, 2013,
jil. III, No. 4). Berdasarkan
keterangan ini cukup jelas posisi Kaum Muda dalam persoalan ibadah, yaitu
memurnikan ajaran Islam dari berbagai bentuk bid’ah dan kembali kepada
kemurnian ajaran Islam.
3.3.
Peta Pendidikan
dan Modernisasi dalam Al-Munir
Berdasarkan
kepada hasil penelusuran pada majalah al-Munir volume I tahun 2011 dapat
dikemukakan topik-topik yang berkait dengan persoalan pendidikan dan
modernisasi ditulis dalam 21 tulisan dan terdapat dalam 13 nomor. Nomor yang
paling banyak membahas persoalan pendidikan adalah nomor 1, yaitu tujuh
tulisan. Berdasarkan tulisan-tulisan tentang pendidikan dan modernisasi,
terdapat dua judul yang diuraikan panjang lebar dan bersambung dari satu nomor
ke nomor berikutnya, seperti tulisan berjudul “Hubbul Watan”. Judul ini ditulis sebanyak empat seri
tulisan sedangkan tulisan dengan judul “Kesukaan dan Percintaan
datang dari Mesir”, ditulis sebanyak lima seri tulisan.
Dari 21
persoalan pendidikan dan modernisasi diuraikan sebanyak 39,75 halaman,
rata-rata persoalan pendidikan dan modernisasi dibahas dalam 1,89 halaman.
Tulisan yang berdujul “Pergunaan Surat2 Khabar atau majalah”, merupakan tulisan
yang paling sedikit (0,50 halaman), ia tulisan yang diringkaskan dari majalah
Al-Imam sedangkan pembahasan yang panjang berjudul “Peredaran Masa” 4,75
halaman, tulisan ini panjang lebar karna ia berupa artikel yang dikarang oleh
Kaum Muda. Dari 21 tulisan dalam bentuk pendidikan dan modernisasi, tidak ada
tulisan atau 0.00 % yang tersedia dalam bentuk tanya jawab, tulisan dalam
bentuk artikel sebanyak 18 tulisan atau 85,00 %, dan 3 tulisan dalam bentuk
lain-lain, seperti dua tulisan dalam bentuk berita dan satu tulisan dalam
bentuk karya sastra (pantun), satu tulisan dalam bentuk berita adalah kutipan
dari harian Neraca yang terbit di Singapura sedangkan satu kutipan berita tidak
disebutkan sumbernya.
Berbeda dari
tulisan dalam aspek akidah dan ibadah di atas, tulisan dalam aspek pendidikan
dan modernisasi ini pada umumnya tidak diketahui pengarangnya, kecuali satu
tulisan dalam bentuk karya sastra/pantun, yaitu pantun yang ditulis oleh Taib
Umar dari Sungayang, Batu Sangkar (Al-Munir, 1911, Jilid I, No. 4). Kalau
diambil moto Abdullah Ahmad (pimpinan Al-Munir), “bergelap-gelap dalam terang”,
dapat dipahami maksudnya supaya tulisan tentang pendidikan dan modernisasi yang
banyak menyinggung nasib umat Islam di Hindia Belanda (Indonesia) yang
tertinggal dari kemajuan tidak dilihat sebagai kritik atau makar terhadap
penjajah Belanda.
Meskipun Kaum Muda ulama yang mendalami ilmu agama dan
mempunyai lembaga pendidikan agama tetapi mereka tidak alergi dengan lembaga
pendidikan modren, mereka menyadari kemajuan tidak mungkin akan diperoleh oleh
umat Islam kalau mereka hanya menuntut ilmu agama semuanya (Al-Munir, 1914, Jilid IV, No. 4) Modernisasi pendidikan Kaum Muda tidak
hanya berhenti pada lembaga tetapi juga metode pengajaran harus dimodernisasi (Al-Munir, 1913, Jilid III, No. 20; Al-Munir, 1914, Jilid IV, No. 3) dan lembaga pendidikan secara
keseluruhan dengan mencontoh sekolah-sekolah
pemerintahan di negara-negara maju (Al-Munir, 1914, Jilid 5, No. 9).
Persoalan yang berkaitan dengan tujuan menuntut ilmu pengetahuan,
Kaum Muda berpendapat bahwa dengan menuntut ilmu pengetahuan akan
banyak keahlian yang dimiliki. ”ilmu
kepandaian” itu sangat penting untuk mencapai kemajuan dan kehormatan umat
Islam Nusantara (Al-Munir, 1911, Jilid I, No. 19, Al-Munir, 1915, Jilid V, No. 19, Al-Munir, 1913, Jilid II,
No. 24). Berdasarkan pernyataan ini ada dua tujuan yang
dapat dicapai dengan menguasai ilmu
pengetahuan, yaitu kemajuan dan kehormatan, apabila umat Islam Nusantara menguasai ilmu
pengetahuan, maka mereka akan bisa menjadi bangsa yang maju, dan apabila mereka
telah maju maka bangsa-bangsa lain akan menaruh hormat kepada mereka, tidak
lagi terjajah.
3.4.
Hubungan Isu-Isu Dakwah Kaum Muda dengan Situasi dan Kondisi.
Isu
dakwah Kaum Muda yang bercorak pemurnian tidak terlepas dari faktor internal
umat Islam di Nusantara pada awal abad ke 20 M. Pada waktu itu umat Islam di Nusantara
diliputi oleh persoalan besar yaitu syirik dalam aspek akidah, bid’ah dalam
bidang ibadah dan persoalan pendidikan. Persoalan akidah umat Islam pada awal
abad ke 20 M atau pada saat munculnya Kaum Muda, banyaknya unsur syirik dalam
keyakinan umat Islam Nusantara (Dobbin, Cristine,
1992:
36). Hamka
menggambarkan problematika dakwah yang dihadapi oleh Kaum Muda dalam melakukan
pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur luar yang tidak berasal dari Rasulullah
S.A.W. kepada 17 persoalan, diantaranya syirik dan bid’ah. (Hamka, 1982:
102-105).
Problem besar umat Islam Nusantara ketika itu yang
tidak kalah pentingnya adalah masalah pendidikan. Sekolah pemerintah (Hindia Belanda) memberikan pelajaran agama alias sekuler, sistem pendidikan sekular
menyebabkan hilangnya nilai-nilai transendental pada semua proses pendidikan.
Lembaga Pendidikan sekuler mungkin bisa melahirkan manusia yang maju dalam
urusan duniawi tetapi mereka kering dengan nilai-nilai spiritual sehingga
mereka kehilangan makna atau arti dari kehidupan, oleh karna persoalan ini
pulalah berkembang fatwa haram bersekolah ke sekolah Belanda (Deliar Noer, 1978: 7-8).
Pada
sisi yang lain lembaga pendidikan tradisional jauh
tertinggal dan jauh dari kemajuan. Tempatnya tradisional
seperti rumah-rumah atau di surau-surau (Sjalaby, Ahmad, 1973:
32; Hurgronje C.
Snouck, 1973:
34-35; Hamka, 1974:
28), proses belajar-mengajarnya secara tradisional, seperti guru dan murid
semunya duduk di lantai, tidak ada kursi maupun meja (Hamka, 1974: 56; Taufik Abdullah, 1971: 55), tidak menggunakan
alat tulis (pena, buku, papan tulis), metodenya tradisional, dimana guru
membaca buku sedangkan murid hanya mendengarkan (Hurgonje, C. Snouck, 1992: 35), berlagu-lagu
dan berbelit-belit, menghafal tanpa memberi pemahaman (Steenbrink, Karel A., 1984: 39), tidak ada
pertanyaan dari murid, apalagi berbeda pendapat dan kalau membantah guru
dianggap durhaka (Hamka, 1974: 56). Penegakan
disiplinnya juga tradisional, seperti mencubit dan memukul (Steenbrink, Karel A., 1984: 39),
tidak ada klasifikasi atau kelas dalam sistem pendidikan surau, pelajar
lama dan pelajar baru, pelajar yang muda dan yang tua, pelajar yang pandai atau
yang tidak pandai berada dalam satu kelas (Hamka, 1974:
56, 57, 74), tidak ada evaluasi terhadap pelajaran, tidak ada ujian akhir,
tidak ada juga kenaikan kelas (Azyumardi Azra, 1999: 121)
Tiga
keadaan yang menyelimuti umat Islam umat Islam di Nusantara pada awal abad ke
20 M itu telah mendorong Kaum Muda untuk melakukan pemurnian dalam bidang
akidah dan ibadah serta melakukan modernisasi dalam bidang pendidikan
Pengaruh
eksternal tidak dapat dilepaskan dari pemurnian dan pembaharuan yang dilakukan
oleh Kaum Muda di Nusantara pada awal abad ke 20 M. Apabila membicarakan
tentang kemajuan maka orientasinya selalu ke Barat, tetapi apabila yang
dibicarakan itu adalah pemurnian di Nusantara, maka ia merujuk ke Timur Tengah
(Pijper, G.F, 1985: 106). Robert Van Niel mengatakan, gerakan pemurnian dan
pembaharuan Islam yang terjadi di Nusantara pada awal abad ke 20 M., tidak
dapat dilepaskan dari pengaruh atau dorongan dari luar (Niel, Robert Van.,
1960: 93), pendapat Robert Van Niel diamini oleh Syamsuri Ali yang menilai
sulit untuk tidak melibatkan pengaruh Timur Tengah terhadap perkembangan yang
terjadi di Indonesia (Syamsuri Ali, 1997: 64).
Biasanya
para sarjana dalam kajian pembaharuan Islam, mempunyai dua teori tentang asal
pembaharuan yang dapat dihubungankan dengan pemurnian dan pembaharuan yang
terjadi di Nusantara, yaitu Makkah dan Mesir. Pengaruh pemurnian berasal dari
Makkah dan pengaruh pembaharuan datang dari Mesir (Deliar Noer, 1978: 296).
IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan kepada hasil penelitian pada
majalah al-Munir jilid I tahun 2011 dapat disimpulkan bahwa kemukakan
topik-topik yang berkait dengan persoalan akidah ditulis dalam 27 tulisan dan
terdapat dalam 18 nomor penerbitan, 20 tulisan atau 80,00 % tulisan tentang
akidah dalam bentuk artikel, 5 tulisan atau 20,00 % tulisan tanya jawab. Pembahasan
tentang akidah agak panjang lebar, yaitu 57,50 halaman dari 25 tulisan, tulisan
yang paling sedikit 0,50 halaman dan yang paling banyak 4,25 halaman, sedangkan
rata-rata tulisan dalam aspek akidah ini 3,19 halaman per tulisan. Isi tulisan
dalam aspek akidah ini lebih sistematis dan berkelanjutan dari satu nomor ke
nomor yang lain. Pembaca Al-Munir yang mengajukan pertanyaan tentang masalah
akidah ini datang dari tiga wilayah Indonesia, wilayah Indonesia Barat, Tengah
dan Timur. Isi tulisan tentang akidah pada umumnya bersifat ideal dan teoritis
menurut aliran Ahlussunah wal Jamaah,
sedangkan pembahasan dalam bentuk koresponden adalah pembahasan yang bersifat
fenomenologis, di antaranya ada yang membicarakan masalah syirik.
Masalah ibadah
ditulis dalam 31 tulisan dalam 15 nomor penerbitan, lebih kurang 60,50 halaman,
rata-rata setiap masalah ibadah dibahas dalam 1,83 halaman. Pembahasan yang
pendek adalah masalah yang bersifat umum, sedangkan pembahasan yang panjang
lebar (3,50 sampai 5 halaman) bersinggungan dengan masalah khilafiah. 27
tulisan atau 82.35 % koresponden dan 6 tulisan atau 17,65 % artikel.
Pertanyaan-pertanyaan tentang masalah ibadah ini bahwa hampir seluruhnya dari
Pulau Sumatera, dan Pahang-Malaysia. Kaum Muda yang terlibat soal ibadah adalah
Abdul Karim Amrullah, Abdullah Ahmad, dan Muhammad Taib Umar. Dari 27 masalah
ibadah paling banyak berkaitan dengan masalah shalat 16 persoalan atau 45,71 %,
zakat sebanyak 8 persoalan atau 22,86 %, puasa sebanyak 7 persoalan atau 20,00
%, dan masalah zikir dan membaca al-Qur’an 2 persoalan atau 5,71 %, wuduk dan
haji masing-masing 1 persoalan atau 2,86 %.
Masalah
pendidikan dan modernisasi ditulis dalam 21 tulisan, terdapat dalam 13 nomor
penerbitan. Dari 21 persoalan diuraikan dalam 39,75 halaman, dari data ini juga
dapat diketahui bahwa rata-rata persoalan pendidikan dan modernisasi dibahas
dalam 1,89 halaman. Tulisan yang paling sedikit (0,50 halaman), pembahasan yang
panjang 4,75 halaman. Dari 21 persoalan, sebanyak 18 tulisan atau 85,00 % dalam
bentuk artikel, dan dua tulisan dalam bentuk berita dan satu tulisan dalam
bentuk karya sastra (pantun). Tulisan dalam aspek pendidikan dan modernisasi
ini pada umumnya tidak diketahui pengarangnya, kecuali satu tulisan dalam
bentuk karya sastra/pantun, yang ditulis oleh Haji Muhammad Taib Umar. Tulisan
dalam aspek pendidikan dan modernisasi ini Kaum Muda memotifasi umat Islam
supaya menuntut ilmu pengetahuan supaya menjadi umat yang berkemajuan, baik
ilmu agama maupun ilmu umum, baik di dalam negri maupun di luar negri, demikian
juga dengan pengelolaan sekolah supaya di modernisasi.
Isu-Isu Dakwah Kaum Muda melalui majalah Al-Munir (1911) tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh
internal, yaitu situasi dan kondisi umat Islam di Nusantara pada pada awal abad
ke 20 M. yang diliputi oleh tiga persoalan besar yaitu syirik (akidah), bid’ah
(ibadah), kebodohan dan kemiskinan. Sedangkan pengaruh eksternal berkaitan dengan pembaharuan ataupun pemurnian terhadap syirik
(akidah), bid’ah (ibadah), kebodohan dan kemiskinan
yang berlangsung Timur Tengah. Pengaruh eksternal itu mempengaruhi Kaum
Muda di Nusantara, baik yang mereka peroleh secara langsung ketika di Timur
Tengah, ataupun melalui perantaraan.
V.
SUMBER
BACAAN
Al-Munir (1911-1915)
Ahmad
Adam, Sejarah dan bibliografi akhbar dan majalah Melayu abad kesembilan
belas, Bangi: UKM, 1994
Akhria
Nazwar, Syekh Ahmad Khatib; ilmuawan Islam di permulaan abad ini, Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1983
Amirsyahruddin,
Integrasi imtaq dan iptek dalam pandangan Dr.H.Abdullah Ahmad, Padang,
Syamza, 1999.
Azyumardi
Azra, Jaringan global dan lokal Islam Nusantara, Bandung: Mizan, 2002
Burhanddin Daya, Gerakan pembaharuan
pemikiran Islam: kasus Sumatera Thawalib, Jakarta: Tiara Wacana, 1990
Data
Kantor Departemen Agama Batu Sangkar, Ulama-ulama terkemuka 1930-1990.
tt.
Deliar
Noer, The Modernist muslim movement in West Sumatera 1900-1942, Kuala
Lumpur: Oxford University Press, 1978.
Dobbin,
Cristine, Kebangkitan Islam dalam ekonomi petani yang sedang berubah,
Sumatera Tengah, 1784-1847, Terj. Lilian D. Tedjasudana, Jakarta: INIS,
1992, jil. XII;
Donohue,
John J. & Esposito, John L., Islam dan pembaharuan ensiklopedia
masalah-masalah, Jakarta: CV. Rajawali, 1989.
Edward,
et al., (pnysn.), Riwayat hidup dan perjuangan 20 ulama besar Sumatera
Barat, Padang: Islamic Centre Sumatera Barat, 1981.
Ensiklopedi Islam, Jakarta:
PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005
Hamka, Ayahku,
riwayat hidup Dr.H.Abdul Karim Amrullah dan perjuangan kaum agama di Sumatera, Jakarta: Uminda, 1982
Hamka, Ayahku,
riwayat hidup Dr.H.Abdul Karim Amrullah dan perjuangan kaum agama di Sumatera, Selangor:
Pustaka Dini, 2010
Hamka, Pengaruh
Muhammad ’Abduh di Indonesia, Djakarta: Tintamas, 1961.
Mahmud
Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung,
1996
Nik
Mohd. Rosdi bin Nik Ahmad, Gerakan tajdid Timur Tengah (Mesir dan Hijaz):
sejarah dan pengaruhnya kepada pemikiran politik dan sosio-budaya masyarakat
Melayu di Malaysia 1940-1990, Tesis
Dr. Fal, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2003.
Nor
Huda, Islam Nusantara, sejarah sosial intelektual Islam di Indonesia, Jogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2007.
Sanusi
Latief, M., Gerakan Kaum Tua di Minangkabau, Tesis Dr. Fal, PPs. IAIN Syarif
Hidayatullah, 1989
Sarwan, Isu Kemajuan
dalam Al-Imam (1906-1908) dan Al-Munir (1911-1915), (Bangi, Universiti
Kebangsaan Malaysia, 1912)
Sarwan.
2009. “Al-Munir (1911-1915)”. Jurnal Al-Munir 2. I (1)
Schrieke,
B.J.O, Pergolakan agama di Sumatera Barat : sebuah sumbangan bibliografi, terj.
Soegarda Poerbakawatja, Jakarta: Bhratara, 1973
Syamsuri
Ali, “Al-Munir dan Wacana Pembaharuan Pemikiran Islam 1911-1915”
(Padang, PPs. IAIN Imam Bonjol, 1997)
Tamar Jaya,
Riwayat Hidup Orang-orang Besar, cet-1, Jakarta: Bulan Bintang, 1981,
Zulmuqim, Pembaharuan Islam di Indonesia Awal Abad XX: Studi terhadap Pemikiran Dr.H.Abdul Karim
Amrullah, Tesis Dr. Fal, PPs. IAIN Sunan Kalijaga, 2001.
[3]
Kaum Tua adalah lawan darip Kaum Muda, Secara umum Kaum Tua diartikan sebagai ulama-ulama tradisional yang berpegang kepada
tradisi konservatif atau mempertahankan yang lama. (Abdul Rahman Haji Abdullah, :
5; Mannheim
K., 1966: 95 & 96). Sedangkan
Nik Abdul Aziz bin Nik Hassan memberikan pengertian Kaum Tua sebagai
:“ulama-ulama yang enggan menerima pemikiran yang baru yang bertentangan
dengan aliran-aliran pemikiran Islam yang sudah berurat
berakar di tengah-tengah masyarakat Melayu tempatan.” (Nik
Abdul Aziz bin Nik Hassan, 1983: 19)
[4] Judul “Ilmu Sejati” mendominasi tulisan tentang akidah pada Al-Munir 1911, jilid I, mulai
dari nomor 4 sampai nomor 19 (terakhir), “Ilmu Sejati” selalu tersedia,
begitu juga dengan tahun-tahun setelahnya, hampir setiap terbit “Ilmu Sejati” dimuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar